Selasa, 01 Desember 2009

MEMENDAM RINDU


JIKA MASA BERLABUH DI DERMAGA

BULIRAN KATAKU TERCIPTA

DIBENING PANCARANNYA

BIAR TERHAPUS INGINKU JUA

ANGAN KUPELUK SEJUTA HARAP

PADA HARI GELAP KUTIMANG RINDU

PADA HARI SIANG KU PANCAR ANGAN-ANGAN

PADA REKAN................

PADA SAHABAT..............



PADA KARYA NYATAMU.............

REDAKAN HARI PANJANGKU

AKU LELAH..............

Minggu, 22 November 2009

Buat Orang yang menamakan dirinya Kaum Inteketual


Melalui media ini kita ingin mengajak teman-teman bergabung

Belajar bersama untuk mencoba memperbaiki buku usang yang telah rusak

Merajut benang yang telah mulai kusut

Kalau anda setuju mari kita pergunakan seluruh kemampuan kita

Untuk menyimak apa yang terjadi disekitar kita

Belajar segala sesuatu tentang kehidupan dari media apapun

Puisi, cerpen, novel, koran-koran, peristiwa yang anda saksikan

Semua akan mengantarkan kita kepada pembelajaran yang sempurna

Buku bukan satu-satunya alkitab yang kita tuju

Pengetahuan itu amatlah luas, pengetahuan bagaikan gadis cantik

Yang parasnya memencarkan cahaya

Menyilaukan bagi orang yang tidak mempercayainya

Menyejukkan bagi manusia belajar memahaminya lalu

dan meyakinkan dirinya dijadikan suluh dalam kegelapan hidupnya.

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang kasap mata

Bisa kau lihat, kau raba dan kau peroleh begitu

Banyak sarjana tapi tak berguna, formalitas yang tinggi mencapai kesarjanaan tertinggi

Tiada guna bila sekejab saja menjerumuskan dirinya kedalam lubang kesengsaraan

Lalu buat apa kamu belajar

Kalau tanda-tanda tentang keburukan masa depanmu tidak kau ketahui

Tentang kekilapanmu sesaat membawa dirimu ke neraka sepanjang jaman

Bukan saja badan dan pikiranmu kau hancurkan

Tapi kau telah meracuni seluruh pikiran dan jiwa mahluk-mahluk

Yang menyandarkan pengetahuan bahwa manusialah yang paling tinggi

Kau juga telah membunuh ribuan nyawa oleh karena kebodohanmu

Kalau demikian adanya siapa yang salah

Apakah buku suci yang kau pelajari

Ataukah gurumu yang keliru?

Semua kembali pada kemampuanmu sendiri

Pengetahuan adalah lentera kehidupan

Lalu apa jadinya engkau belajar setinggi langit

Tapi diakhir jaman dirimu masuk neraka

Wahai kaum intelektual jangan engkau hanya formalitas saja

Tapi karya nyatamu membawamu dalam kehidupan damai

Memberi kesejukan pada setiap orang dan setiap mahluk

Anak, istri, adik-adikmu, ayahmu, ibumu dan semuanya

Menunggumu dan mendoakanmu kelak dirimu menjadi

Teladan, pelindung dan pemegang panji kehormatan

.......................

Teman-teman mari kita belajar melalui media ini

Saya akan pancing kemampuan anda

Melalui media yang saya ciptakan

Roh individu ibarat penumpang, badan ibarat kereta,

kecerdasan sebagai kusir, pikiran sebagai tali kendali

dan panca indera sebagai kelima ekor kuda” (Gita 6.34)

Jumat, 06 November 2009

SERINAI RINDU



Engkau yang hadir tanpa jati diri

Ijinkan daku menyatukan apa yang engkau selipkan

Jangan bisukan keluku dengan tawa

Senandung serinai rindu

Bawa langkah

Bungkus rapi kemarau

Dalam makna yang tak tercipta

Kikis serubung iba

Berpaling muak dalam canda

Biarkan tenggelam jiwaku

Dalam torehan hari tanpa hati

Kerudung angin yang buat keacuhan

Bingkai tawamu

Kelukan dalam tontonan diri

Lewat post engkau peuntukkan

Mengapa engkau tak tunjukkan jati dirimu

Dari lekukmu sudah kentara

Bahwa hadir tanpa jatidiri adalah engkau yang kumaksud

Penantian yang Panjang



Kini kisah tentang seorang dara jelita

Hidup sendiri di tepi danau

Jauh dari segala keramaian kota

Hanya berteman alam, taman dan danau

Desir angin gelombang air danau nan biru

Di setiap senja termenung di tepi danau

Lamunan melayang ke masa manis telah silam

Pandangan matamu menatap ke jalan

Penuh pengharapan akan seseorang

Yang telah dinanti bertahun tak kembali

Yang dinantikan sekian lama

Takkan kembali

Sedih sekali....dia telah gugur diperjalan

Hidup cinta suci tenggelam diperjalanan

Hatinya tak rela menerima petaka ini

Hari demi hari dia menangisi

Walau musim berganti dan berganti

Tetap menanti menanti dan menanti

Jumat, 30 Oktober 2009

Sebuah Buku Usang


(From the lost house)

Bisikan merdu yang terindah

Mengalun dari dasar kalbuku

Mampu meniup mendung-mendung tebal di hatiku

Mengikis habis batas-batas derita yang aku alami

Menguak tirai mimpi yang berkepanjangan

Sirna, musnah terhempas gelombang yang berpacu di jantungku

Terhias senyum yang menyejukkan jiwa

Wahai sahabat katakanlah sesuatu

Biar aku tenang

Karena aku tak akan pernah tahu, jika engkau diam

Dalamnya laut dapat aku perhitungkan

Dalamnya hatimu tak bisa aku bayangkan

Sahabat, tak selamanya diam itu emas

Buku yang ku simpan

Jauh di dasar hati yang paling dalam

Yang tak pernah ku sentuh apalagi kubaca

Sudah terhapus guratan-guratan di dalamnya

Sudah kulupakan syair-syair indahnya

Tidak akan pernah akan terbaca lagi

Ya tak akan,

Sekalipun dengan kaca pembesar

Namun saat ini

Ketika kulihat sahabat,

Membangkitkan lagi ingatanku

Tentang buku ini

Syair-syair bernyanyi indah ditelingaku

Jika kau inginkan,

Akan kutuliskan lagi untukmu

Dengan tinta emas

Buku cinta yang usang

Temanilah perjalananku dengan kawan baruku

Setiap lembaranmu akan kutulis

Sajak indah tentang cinta

Minggu, 11 Oktober 2009

Long Much

Lelah menggelayut berat mataku

Kantuk lelap mengalir di siang maupun malam

Menghambur, membaur kembali

Angan yang mesti terkubur dalam-dalam

Bangkit kembali

Tiap kantuk datang hadir bayangan

Angan kembali melambung pelan

Manari bersama bayangan

Langkah perlahan pelan

Yang akhirnya sampai bersimpuh pada sebuah kata hati

Diam atau termenung

Bengkak pertanda timbulkan tanya

Berat pancaran sinar matamu

Terjawab dalam hati ...MENGAPA

Mengapa engkau habiskan malam

Terlarut dalam sikam malam

Yang terwat hanya sebuah kemungkinan

Dan tak pernah terjawab lewat gelapnya malam

Kembaliku tanyakan pada malam

Apakah malam itu mesti gelap

Tanpa sinar, tanpa pelita dan selalu redup

Sujud dihadapanNYA adalah tumpuan

Memohon kehadapanNya Yang Maha Agung

Hyang Widhi terimalah persembahan cakup tangan ini

Semoga engkau beri Hambamu kekuatan

Untuk hadapi cobaan ini

Akhirnya...

Inikah yang Engkau peruntukkan kepadaKu

Kuterima dan ungkapkan rasa syukur

Aku hadir karena berkahMu

Pelita menerangi kegelapanKu

KenanganMu


--> -->

Tegakkanlah tangkaimu pada akarmu sendiri
Terimalah air yng mereka siramkan
Tengadahkan daunmu
Pandanglah awan yang bermendung
Walau gelap
Namun tetap berarti pada setiap gerakmu
Hari pernah berlalu bersama
Waktu pernah terengkuh bersama
Semoga tak tinggal kenangan
Jangan lupa pada sebuah pribadi rapuh
Pada sebuah senyum nakal
Pada sebuah tawa bengal
Pada seorang yang berkepala batu
Pada seorang bernama indah
Walau ia tak berarti

Meniti Jejak dalam Dekapan Malam


-->
Suatu malam kuterjaga dari mimpi lelap
Kulihat rembulan betah menunggu
Kibaran di dadaku terkuak
Akan kesadaran Jejak ”kemarin
Tersadar dalam hal kenyataan
Aku sombong, congkak, sok, egois
Keras kepala .................
Semua bisu dalam kemuakan
Yang tak kusadari

Seberkas sinar yang datang darimu
Baru terasa di sela-sela angin malam
Di redupnya sinar rembulan
Semua penuh arti...
Masa remaja terbengkalai
Hanya oleh cinta
Buat jadi merah
Buat hari jadi panas bergejolak
Terhampar kasih darimu
Buatku genggam kesadaran

Kamis, 08 Oktober 2009

Menapak di kaki bukit


Nafas berfokus dalam dekapan alam

Selangkah asa menepi sudah

Usia senja meminta harapan

Tak terasa paruh waktu hidupku telah terisi

Setiap dinding, sudut dan tepi jalan

Yang pernah terlewati telah ku gores

Guratan-guratan pena pilihan

Namun hasilnya tidak pernah memenuhi harapan

Hidup yang penuh bara, krikil-krikil dan duri-duri tajam

Hidup penuh dengan kemalangan mengapa enkau tidak persiapkan

Ketabahan dan syair-syair pelipur lara

Batas KerinduanKu


-->
Kutitipkan kata lewat desau ombak
Kilau bayangan wajahku yang mampu tunjukkan kata hati
Mengambang sungguh terapung
Pada tepian sebuah pantai lepas aku termenung
Sementara nuranimu bisiki kata hati
Kupandang lagit jadi KATA
Kupandang ombak jadi KATA
Langit, ombak jadi KATA
KATA adalah engkau
Kupersembahkan kata kepadamu
Aku sadar dalam terangnya rembulan
Ada rasa iba dan perinh tak tertahankan
Kembali aku menerawang pada sebuah ucapan
Untuk yang
Siapa aku ini dan kini
Belum lepas dari ingatanku
Sungguhpun kehadiranmu akan lebih semarak
Mengokohkan tekad tak tergoyahkan
Jangan ucapkan kata itu
Untuk yang kedua kalinya
Katakan aku dengan KATA
Lambangkan dirimu dengan KATA
Sekali lagi engkaulah KATA
Jangan ucapkan untuk yang kedua kalinya