Jumat, 30 Oktober 2009

Sebuah Buku Usang


(From the lost house)

Bisikan merdu yang terindah

Mengalun dari dasar kalbuku

Mampu meniup mendung-mendung tebal di hatiku

Mengikis habis batas-batas derita yang aku alami

Menguak tirai mimpi yang berkepanjangan

Sirna, musnah terhempas gelombang yang berpacu di jantungku

Terhias senyum yang menyejukkan jiwa

Wahai sahabat katakanlah sesuatu

Biar aku tenang

Karena aku tak akan pernah tahu, jika engkau diam

Dalamnya laut dapat aku perhitungkan

Dalamnya hatimu tak bisa aku bayangkan

Sahabat, tak selamanya diam itu emas

Buku yang ku simpan

Jauh di dasar hati yang paling dalam

Yang tak pernah ku sentuh apalagi kubaca

Sudah terhapus guratan-guratan di dalamnya

Sudah kulupakan syair-syair indahnya

Tidak akan pernah akan terbaca lagi

Ya tak akan,

Sekalipun dengan kaca pembesar

Namun saat ini

Ketika kulihat sahabat,

Membangkitkan lagi ingatanku

Tentang buku ini

Syair-syair bernyanyi indah ditelingaku

Jika kau inginkan,

Akan kutuliskan lagi untukmu

Dengan tinta emas

Buku cinta yang usang

Temanilah perjalananku dengan kawan baruku

Setiap lembaranmu akan kutulis

Sajak indah tentang cinta

Minggu, 11 Oktober 2009

Long Much

Lelah menggelayut berat mataku

Kantuk lelap mengalir di siang maupun malam

Menghambur, membaur kembali

Angan yang mesti terkubur dalam-dalam

Bangkit kembali

Tiap kantuk datang hadir bayangan

Angan kembali melambung pelan

Manari bersama bayangan

Langkah perlahan pelan

Yang akhirnya sampai bersimpuh pada sebuah kata hati

Diam atau termenung

Bengkak pertanda timbulkan tanya

Berat pancaran sinar matamu

Terjawab dalam hati ...MENGAPA

Mengapa engkau habiskan malam

Terlarut dalam sikam malam

Yang terwat hanya sebuah kemungkinan

Dan tak pernah terjawab lewat gelapnya malam

Kembaliku tanyakan pada malam

Apakah malam itu mesti gelap

Tanpa sinar, tanpa pelita dan selalu redup

Sujud dihadapanNYA adalah tumpuan

Memohon kehadapanNya Yang Maha Agung

Hyang Widhi terimalah persembahan cakup tangan ini

Semoga engkau beri Hambamu kekuatan

Untuk hadapi cobaan ini

Akhirnya...

Inikah yang Engkau peruntukkan kepadaKu

Kuterima dan ungkapkan rasa syukur

Aku hadir karena berkahMu

Pelita menerangi kegelapanKu

KenanganMu


--> -->

Tegakkanlah tangkaimu pada akarmu sendiri
Terimalah air yng mereka siramkan
Tengadahkan daunmu
Pandanglah awan yang bermendung
Walau gelap
Namun tetap berarti pada setiap gerakmu
Hari pernah berlalu bersama
Waktu pernah terengkuh bersama
Semoga tak tinggal kenangan
Jangan lupa pada sebuah pribadi rapuh
Pada sebuah senyum nakal
Pada sebuah tawa bengal
Pada seorang yang berkepala batu
Pada seorang bernama indah
Walau ia tak berarti

Meniti Jejak dalam Dekapan Malam


-->
Suatu malam kuterjaga dari mimpi lelap
Kulihat rembulan betah menunggu
Kibaran di dadaku terkuak
Akan kesadaran Jejak ”kemarin
Tersadar dalam hal kenyataan
Aku sombong, congkak, sok, egois
Keras kepala .................
Semua bisu dalam kemuakan
Yang tak kusadari

Seberkas sinar yang datang darimu
Baru terasa di sela-sela angin malam
Di redupnya sinar rembulan
Semua penuh arti...
Masa remaja terbengkalai
Hanya oleh cinta
Buat jadi merah
Buat hari jadi panas bergejolak
Terhampar kasih darimu
Buatku genggam kesadaran

Kamis, 08 Oktober 2009

Menapak di kaki bukit


Nafas berfokus dalam dekapan alam

Selangkah asa menepi sudah

Usia senja meminta harapan

Tak terasa paruh waktu hidupku telah terisi

Setiap dinding, sudut dan tepi jalan

Yang pernah terlewati telah ku gores

Guratan-guratan pena pilihan

Namun hasilnya tidak pernah memenuhi harapan

Hidup yang penuh bara, krikil-krikil dan duri-duri tajam

Hidup penuh dengan kemalangan mengapa enkau tidak persiapkan

Ketabahan dan syair-syair pelipur lara

Batas KerinduanKu


-->
Kutitipkan kata lewat desau ombak
Kilau bayangan wajahku yang mampu tunjukkan kata hati
Mengambang sungguh terapung
Pada tepian sebuah pantai lepas aku termenung
Sementara nuranimu bisiki kata hati
Kupandang lagit jadi KATA
Kupandang ombak jadi KATA
Langit, ombak jadi KATA
KATA adalah engkau
Kupersembahkan kata kepadamu
Aku sadar dalam terangnya rembulan
Ada rasa iba dan perinh tak tertahankan
Kembali aku menerawang pada sebuah ucapan
Untuk yang
Siapa aku ini dan kini
Belum lepas dari ingatanku
Sungguhpun kehadiranmu akan lebih semarak
Mengokohkan tekad tak tergoyahkan
Jangan ucapkan kata itu
Untuk yang kedua kalinya
Katakan aku dengan KATA
Lambangkan dirimu dengan KATA
Sekali lagi engkaulah KATA
Jangan ucapkan untuk yang kedua kalinya